Pada masa Kerajaan Banjar dipimpin Sultan Suriansyah, lamut hidup bersama seni tutur Banjar yang lain, seperti Dundam, Madihin,
Bakesah, dan Bapantun. Pelaksanaan Lamut akan dilakukan pada malam hari
mulai pukul 22.00 sampai pukul 04.00 atau menjelang subuh tiba. Pembawa
cerita dalam Lamut ini diberi julukan Palamutan. Pada acara, Palamutan dengan membawa terbang besar yang diletakkan dipangkuannya duduk bersandar di tawing halat
(dinding tengah), dikelilingi oleh pendengarnya yang terdiri dari
tua-muda laki-perempuan. Khusus untuk perempuan disediakan tempat di
sebelah dinding tengah tadi.
Seni lamut bisa dikatakan bernasib malang karena kini di ambang
punah. Satu per satu pelamutan meninggal dunia, sementara proses
pewarisan dan regenerasi kesenian itu mandek. Seni berkisah itu juga
semakin ditinggalkan karena generasi muda tak lagi tertarik
memainkannya. Kini, tak ada organisasi atau lembaga yang peduli kepada
lamut, apalagi membina munculnya pelamutan baru.
Mau Tau lebih lanjut kunjungi http://id.wikipedia.org/wiki/Lamut ^_^